Hari itu kami diajak berkunjung ke Bremen.
Dua puluh lima orang yang sangat gembira dikawal dua Liasson Officer dari kampus berangkat pagi-pagi sekali dengan kereta api dari Oldenburg. Perjalanan tersebut memakan waktu sekitar 1 jam.
Kami dibelikan tiket grup, yakni satu tiket bisa digunakan oleh empat orang selama akhir pekan untuk berkunjung ke tempat-tempat di Lower Saxony (hingga Hamburg). Aku bergabung dengan beberapa teman dari Sudan dan Vietnam. Kami berjanji untuk menikmati Bremen dan pulang bersama-sama ke Oldenburg.
Sebelum sampai di Bremen, kami diturunkan di tengah jalan oleh kereta api karena kereta api rusak. Kami terpaksa berdiri menggigil selama nyaris satu jam di peron stasiun untuk menunggu kereta berikutnya yang akan datang. Belum tentu kami mendapatkan tempat duduk. LO cukup putus asa karena harus mengurus dua puluh lima orang yang harus berada dalam satu kereta. Aku kehilangan syal yang kubeli di Manchester 14 tahun silam. Barangkali karena terburu-buru harus mengosongkan kereta, dan aku lupa mengeceknya. Tetapi tidak apa, siapa tahu aku akan kembali ke Jerman suatu hari nanti karena meninggalkan syal tersebut di sana.
Kami berhasil tiba di Bremen satu jam kemudian.
Pemandu wisata yang menanti kami agak was-was karena ia sudah ada janji dengan grup lain. Kehilangan satu jam, berarti masalah dengan disiplin dan uang. Agak bertolak belakang dengan apa yang terjadi hari ini. Tetapi kami berusaha mengikutinya meski harus setengah berlari. Ia pemandu yang menyenangkan dengan bahasa Inggris fasih, asal ia tidak cepat-cepat dan terus memaksa kami berjalan.
Bremen adalah kota pelabuhan di tepi sungai Weser yang sudah ada 1200 tahun yang lalu. Berada di Eropa, berarti membicarakan segala sesuatu berumur paling kurang ratusan tahun. Aku tidak heran, karena pernah mengunjungi tempat-tempat bersejarah ratusan tahun di Inggris. Untuk kota setua Bremen, ceritanya bisa sangat panjang dan butuh beberapa perpustakaan jika ingin mempelajarinya secara detil. Untuk menyingkat cerita, beberapa tempat yang bermakna dan telah kukunjungi adalah sebagai berikut.
Town Hall, dibangun pada tahun 1405-1410, termasuk UNESCO World Heritage sejak tahun 2004.
Schnoor Viertel, adalah kompleks kios dan rumah-rumah penduduk miskin di Bremen pada abad 15/16. Schnoor menjadi bagian atraksi turis yang ingin menikmati dan merasakan berada di antara bangunan rapat-rapat dan berjejer seperti mutiara berbaris dalam satu rangkaian dengan jalan-jalan kecil di antara bangunan.
Rute Schnoor sangat menarik karena melewati toko-toko suvenir unik, cafe, restoran mungil, produk kerajinan tangan, dan rumah dengan kebun-kebun kecil penuh bunga-bunga cantik.
Schalachte Embankment at Weser Riverside, tempat di pinggir sungai Weser di tengah kota Bremen. Di tepi sungai dibangun trotoar yang sangat lebar sehingga orang bisa berjalan kaki maupun bersepeda dengan leluasa di sana. Pada hari Sabtu, digelar antique dan flea market, sejenis pasar loak yang memperdagangkan barang-barang second hand, seperti car boot sale di Inggris atau Sunday Market di Australia.
Aneka bangsa berbaur dalam tawar-menawar, menjajakan barang, tukar-menukar kata-kata atau saling mengamati barang-barang yang dijual. Aku hanya bisa melihat dengan kasihan beberapa orang Turki atau Timur Tengah yang menjual barang-barang kurang layak pakai. Sempat kaget juga melihat sepasang suami-istri Indonesia (dari jilbab sarungnya) yang menawarkan beberapa barang bekas seperti kipas angin dan mesin jahit.
Saat berjalan meninggalkan embankment, hidung kami disergap bau ikan asap yang Masya Allah, wanginya... sehingga selama di Jerman aku sesekali memakan ikan kaleng dan kerang asap karena tidak tahan baunya yang sangat menggoda.
Bersambung ke 'Berkunjung ke Bremen (Part 2)'
Pekanbaru,
No comments:
Post a Comment