Thursday, January 27, 2011

Memotret wanita

Jauh-jauh hari sebelum kami berdua mulai gandrung memotret, aku sudah minta pada hubby kalau memang ingin membeli kamera bagus, jangan sampai ikut-ikutan orang lain. Maksudku, ikut-ikutan aktivitas klub foto yang khusus mencari obyek seperti wanita-wanita. Biarpun mungkin itu adalah salah satu ukuran kemahiran dalam memotret (yaitu model wanita), rasanya masih banyak obyek lain yang lebih pantas untuk dipotret.

Hobi memotret tampaknya sedang jadi kegemaran di kalangan kita. Saat ini kamera DSLR sudah seperti kebutuhan pokok saja. Tiap ada aktivitas atau momen penting sedikit, sudah berjejal-jejalan para fotografer amatir dan pro di sekitarnya. Hunting foto tiap akhir pekan sudah masuk agenda wajib fotografer, baik untuk individu dan klub foto. Walhasil, situs gratis seperti FB dan Flickr tempat paling pas untuk memamerkan keahlian maupun hasil hunting foto-foto. Kitapun sangat dimanjakan dengan pemandangan instan hasil jepretan teman-teman kita, tanpa harus datang sendiri ke sana untuk mengambilnya. Sayangnya, di antara berbagai album foto yang menarik tadi, ada satu hal yang cukup menggelitik hatiku.

Ada beberapa teman tanpa sungkan dalam album fotografinya malah memajang foto-foto wanita-wanita lain selain istrinya dengan berbagai pose. Ada juga yang, Na’uzubillah, mungkin posenya agak seronok bagi ukuran kita yang bukan model ini. Berderet-deret hasil potretan mereka disertai jenis lensa, teknik memotret dan berbagai detail teknis ditampilkan di gambar untuk menunjukkan keahlian si pemotret. Rasa bangga sepertinya terungkap, saat orang-orang berkomentar betapa beruntungnya si lelaki, mendapat model-model wanita yang bisa dipotret seperti itu. Sayangnya, pada akhirnya, foto-foto tersebut tetap bercerita tentang fotografi wanita. So, apalah arti teknis itu bagi orang awam seperti kita.Sebenarnya kita perlu bertanya, apakah tujuan mereka memotret wanita-wanita tersebut? Mereka bukan fotografer pro yang mencari nafkah dengan memotret model untuk majalah, misalnya.

Aku hanya prihatin dengan perasaan istri, termasuk anak-anak si pemotret. Walaupun sering berkedok memiliki rumah tangga yang modern dengan slogan tidak perlu ikut campur urusan suami asal saling percaya, aku percaya bahwa istri-istri temanku itu sebenarnya kurang senang jauh di lubuk hati mereka. Mereka mungkin dapat berkilah bahwa sebagai wanita yang baik, mereka harus terus mendukung suami, dengan mengizinkan ia melakukan hobi-hobinya walaupun secara syariat ternyata tidak dibenarkan (lihat link ini) hunting foto wanita lain. Apakah tidak kasihan kalau istri-istri mesti bersaing pula dengan para 'model' tadi untuk menunjukkan kalau mereka tak kalah mempesona. Mungkinkah dalam hatinya mereka sebenarnya kurang percaya diri, karena faktanya suami mereka lebih tertarik meneropong wanita lain lewat lensa kamera mereka?

Mudah-mudahan tulisan ini berguna untuk menggugah hati para suami yang doyan memotret wanita model selain istri dan anak-anak sendiri. Selain pasangan kita ternyata dalam hati tidak menyukainya, ternyata banyak juga orang yang kurang sreg perasaannya terhadap seseorang karena kegemaran baru mereka ini. Agamapun mengajarkan untuk meninggalkan hal-hal yang dapat menimbulkan keretakan rumah tangga. Jadi, apalah artinya memasukkan unsur-unsur tidak relevan seperti hobi memotret wanita lain ke dalam rumah tangga kita. Jagalah keutuhan rumah tangga kita, dengan memotret bangunan, pemandangan, flora dan fauna saja, ya.

Perth,

foto was taken from commons.wikimedia.org