Monday, July 11, 2011

Karena kamu berbeda, maka kamu istimewa



Suatu dini hari di Jogja, aku yang kelelahan mempelajari mata kuliah matematika sambil terkantuk-kantuk berharap menjadi miss R, temanku si jago integral-diferensial. Kali lain lagi, aku berharap punya wajah menarik dan semampai seperti mbak J, aktivis kampus UGM. Belum sempat jadi mereka berdua, aku sudah kepengen seperti mas B yang jago sekali menulis esai dalam bahasa Inggris. Saking jagonya, dalam satu jam ia dapat menulis tiga esai bermutu tinggi. Hwa, tolonglah aku, ingin seperti mereka!

Kelihatannya rasa ingin menjadi orang lain bukan penyakit diriku saja. 

Kalau diperhatikan baik-baik orang-orang disekelilingku, banyak juga yang berharap bisa jadi orang lain. 

Contoh kecilnya saja, dalam berkarir, kita ingin sekali seperti pak A atau prof B. Padahal kita sendiri tidak terlalu suka kerja di lapangan, menulis artikel ilmiah atau memimpin suatu tim. Tetapi kerangka berpikir kita di bidang tersebut, sudah mengarahkan bahwa contoh kesuksesan seorang akademisi ya, harus seperti pak A atau prof B tadi. 

So, dengan susah payah kita mencontoh mereka baik-baik, dengan suka rela menghabiskan waktu berhari-hari mengerjakan sesuatu yang tidak kita nikmati karena kuatir tidak bisa jadi sama dengan mereka. Kadang-kadang pengorbanan berbuah manis, tapi tak jarang malah berujung pemberontakan dari hati kecil sendiri.

Marilah kita pikirkan baik-baik, tentang mengapa kita harus selalu sama dengan orang lain dalam hal keduniawian? 

Bukankah kita diciptakan Allah berbeda-beda, memiliki kekhususan, keistimewaan dan rezeki yang tidak seragam. 

Maka, kita pastilah tidak dapat menyamai orang lain dan merekapun sudah pasti tidak dapat menyamai kita pula. So, dengan berpikir bahwa kita harus seperti orang-orang tersebut, sebenarnya sudah tercipta sebuah jerat maut untuk diri sendiri. Kita tidak akan pernah puas menjadi diri sendiri dan selalu bermimpi ingin menjadi orang lain. Sifat dengki atau taklid buta akan menjerumuskan kita menjadi manusia yang bodoh dan tidak dapat menerima nasib sendiri. Tidak heran banyak sekali wanita muda yang mengalami krisis kepercayaan diri dan depresi jangka panjang karena tidak dapat menerima keadaan dirinya.

Allah telah berfirman dalam QS Al-Lail:4, “Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda”.

Allah telah menciptakan kita tidak menyerupai siapapun, sehingga memilik watak, potensi dan kepribadian tersendiri. 

Perbedaan ini menjadikan tiap orang sebagai insan istimewa, karena mereka memiliki berbagai bakat sehingga dapat melakukan tugas-tugas berbeda. Lalu, karena tiap orang memiliki perbedaan, maka mereka harus dapat menerima nasib sendiri dengan penuh keridhaan. Ketimbang terlalu fokus dengan perbedaan, lebih baik pikirkan cara untuk berkontribusi pada hidup yang singkat ini dengan mulia.

Pahamilah keistimewaan diri. 

Jika tidak bisa, minta orang tua, pasangan atau teman baik membantu kita mengevaluasi diri. Lalu, maksimalkan usaha. Kerjakan apa yang kita bisa, jangan terpaku dengan hal-hal besar tanpa pernah melakukan hal-hal kecil terlebih dahulu. Pada akhirnya, saat keberhasilan telah ada di tangan, kita akan dapat melihat bahwa tiap diri sebenarnya mampu berkontribusi sama banyaknya dengan orang-orang yang dianggap hebat dalam hidup ini.

Tentang diriku, sudah lama aku berhenti ingin menjadi orang lain. 

Aku telah melakukan perenungan cukup terstruktur untuk mengenali diriku dan bakat yang kumiliki. Karena ada beberapa hal yang kukira dapat kulakukan dengan baik, maka aku berusaha tetap berada di koridor yang telah kuatur agar lebih optimal dalam berusaha. Aku akan mencoba mengikuti rencana-rencanaku ketimbang mengikuti rencana atau jalan hidup orang lain. 

Aku ingin nyaman dan bahagia, karena saat aku bahagia, diriku lebih mudah bersyukur.

Alhamdulillah.

Sekali lagi, kata kuncinya, “karena kamu berbeda, maka kamu istimewa”.

Pekanbaru,