Wednesday, February 3, 2010

Curhat para koki


Dulu kalau baca Femina kolom Gado-gado, banyak sekali cerita-cerita tentang pengalaman orang yang sedang kuliah di luar negeri berusaha memasak makanan Indonesia. Penuh perjuangan, karena kepengen makan sesuatu tetapi harus bikin sendiri. Ternyata pulangnya jadi pada pinter masak dan ada yang selebriti chef di majalah wanita Femina seperti mas Ferdi Hasan.

Pekerjaan rumah yang kurang kugemari sebenarnya memasak. Berhubung aku tidak punya keahlian memasak, jadi pekerjaan ini bisa gampang-gampang susah. Hasilnya kadang enak, kadang tidak. Padahal di kalau tinggal di negeri orang, kita tidak bisa sering-sering makan di luar atau cari tukang masak. Lha wong, bahan makanan dan tenaga kerja mahal, so pasti harga masakan jadi juga mahal. Mau tidak mau, ya harus tetap memasak, dong.

Tugas memasak ini ternyata bukan cuma kerjaanku. Teman sekantorku Hakim, iya, H-A-K-I-M, lelaki, suami kak Mai, ayah dari tiga orang peri cilik yang manis-manis, menjadi koki di rumah tangganya. Si ibu peri, kak Mai sudah kerepotan mengurusi para peri-peri tersebut, jadi tugas memasak adalah tanggung jawab bang Hakim. Kelihatannya Hakim piawai betul memasak. Rendang, gulai, mie goreng, nasi ayam, laksa, semuanya bisa. Kalau ada acara makan-makan, Hakim akan masak banyak sekali, seperti akan baralek aja. Sehari-hari, tiap pagi dia udah sibuk di dapur menyiapkan sarapan sambil memasak makanan untuk siang dan malam. Setelah kelar, barulah ia datang ke kampus mengerjakan tesis. Iapun pergi berbelanja daging dan sayur sendiri lalu pulangnya memasak.Lucunya koki lelaki, jarang terdengar keluhan seperti, hmmh, hari ini masak apa ya? Kayaknya mereka terus saja memasak, yang penting ada hidangan tersedia di atas meja. Tidak ada rasa bosan, mungkin karena itu sudah jadi kewajiban. Yang tidak dapat diterima Hakim awal-awal sekolah di Perth ini, adalah, konon kak Mai mau semua makanan serba segar. Jadi kalau bisa, lauk pagi jangan dihidangkan lagi saat makan siang atau malam. Kudu dimasak yang baru lagi untuk makan berikutnya. Sambil meringis, Hakim menggerutu, "tak boleh, mana ada waktu".

Bener juga, ya?

Kalau teman sekantorku yang lain, ncik Hani memasak untuk suami dan anak-anak setiap saat. Awal-awal datang dulu, tiap hari buat roti, cemilan, kue, semuanya enak-enak dan so pasti aku kebagian. Sayangnya cik Hani suka kehabisan ide, karena terlalu rajin. Jadi aku suka liatin website resep untuk membantu Hani mendapatkan ilham dalam memasak. Kata cik Hani, suaminya suka masakan berlemak, jadi ia harus pintar-pintar menahan diri tidak selalu masak berlemak. Anak-anakpun malas makan sayuran sehingga Hani harus pintar mendekorasi makanan supaya sayurnya tidak terlihat. Suamipun minta makanan fresh setiap saat. Padahal Hani sudah sebegitu sibuknya di lab, masih juga sempat memanjakan suami dan anak-anak yang punya berbagai permintaan, misalnya mie goreng, roti, kari ikan dalam satu waktu.

Ck ck ck, hebat nian temanku ini.

Kembali ke aku. Well, aku cuman koki amatir. Kalau kepengen sesuatu dan setelah bisa membuatnya dengan rasa lumayan, aku akan terus-terusan masak makanan tersebut. Baru-baru ini aku bisa bikin sambel terasi. So, menu tiap hari ikan goreng, ayam goreng atau telur goreng plus sambel terasi. Selagi belum bosen, sih. Syukurlah suamiku tidak cerewet dan suka makan apa saja. Mau salad pahit, tahu goreng, asam pedas ikan atau cuman kari telur, semuanya dilahap. Sebenarnya dipikir, lumayan juga sebenarnya aku tidak terlalu lama di dapur untuk memasak macam-macam. Jika sedang baik hati, aku masak ekstra, misalnya sushi, bihun goreng atau sate padang. Jika sedang sibuk sekali, apa saja yang penting cepet dan enak, pasti dengan senang hati diterima suamiku.

Sekarang saat sibuk-sibuk begini, barulah kusadari bahwa kami bertiga walau sibuk setengah mati dengan riset, sudah tidak masalah dengan masak-memasak. Malah kadang kupikir kalau sedang stress aku akan memasak macam-macam makanan. Jarang sekali terdengar keluhan-keluhan seperti saat baru datang bersekolah di sini, soal masakan, permintaan keluarga atau giliran berbelanja. Bahkan kami bertiga sering bertukar resep dan hasil masakan sendiri.

Yah, kali aja kita bertiga memahami sesuatu... bahwa kegiatan memasak selain ibadah bagi keluarga, juga merupakan bukan pelipur lara di tengah kepusingan riset~

'untuk release tension' kata Hakim dan Hani!

Setuju:)

Yah, begitulah kehidupan.

Perth,
memasak bisa juga untuk refreshing:)