Sunday, January 15, 2012

Merenungkan kembali kebiasaan Ghibah


Asik banget kan, ketemu orang-orang yang sudah lama tidak kontak. Salam, cipika-cipiki (khusus wanita loh), lalu duduk menyerbu hidangan tersedia pada sebuah acara kumpul-kumpul. Awalnya masih berbicara soal-soal ‘diriku’ dan ‘dirimu’ dan tapi, lama-lama, kok ‘dirinya’? Kapan kita akan berhenti menggunjingkan orang lain walaupun sudah mengetahui akibat dan dosanya?

Ghibah itu seperti aksi kanibalisme
Kumpul-kumpul berdalih menjalin silaturrahmi sering menjerumuskan hadirinnya dalam acara berghibah. Bahkan orang-orang yang tidak suka juga sering tergelincir ghibah. Mulanya bertukar kabar ringan, lama-lama mengeluh tentang keadaan, lalu tanpa sadar malah mengeluarkan cercaan pada orang lain dan akhirnya mengghibah tak tentu arah.

Padahal, Allah telah berfirman,
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?” (QS Al Hujurat: 12)

Saat mendengar ayat ini, semestinya kita membayangkan peristiwa menjijikkan saat kita beramai-ramai mengunyah dan menelan daging manusia yang sudah mati. Tanpa sadar kita sudah melakukan aksi kanibalisme pada mayat seseorang. Mengerikan!

Batasan Ghibah
Ghibah, seperti yang sudah sering disebutkan, adalah saat kita menyebutkan sifat seseorang dengan sebutan yang tidak disukainya. Andaikan saudara kita tidak senang sewaktu kita menyebut kekurangan pada badan, nasab, atau hal-hal duniawinya, maka hal itu termasuk ghibah. Tidak hanya mengatakannya dengan terang-terangan, bahkan cara sindiran lewat ghibah juga dilarang.

Ternyata orang yang dilaknat bukan hanya si pengghibah, tetapi pendengar ghibah yang tidak berkomentar telah merupakan ‘sekutunya’. Apalagi jika kita mendengar dan menyukai ghibah tadi, maka kita sudah bersekutu dengan si pengghibah.

Meskipun batasan ghibah cukup kritis, tetapi ghibah juga dibolehkan, saat:
a)    Menceritakan soal kezaliman yang dilakukan seseorang agar dapat dihentikan
b)   Meminta tolong untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang durhaka pada kebaikan
c)    Memberi peringatan bagi kaum muslimin soal kejahatan kaum kafir
d)   Melihat orang yang melakukan maksiat terang-terangan


Kafarat bagi pengghibah
Bagi kita-kita yang telah terlanjur memiliki sifat suka berghibah, bagaimana cara menghentikan dan menghapuskan dosanya?

Ada pendapat bahwa kita mesti melakukan hal-hal berikut:
Pertama, kita harus menyesal dan bertobat serta menyesali perbuatannya supaya diampuni Allah.

Kedua, kita harus meminta maaf pada teman-teman yang telah digunjingkan dengan menampakkan penyesalan dan kesedihan.

Menurut Anas bin Malik dari Rasulullah SAW, kita juga bisa mendoakan orang yang kita gunjingkan, seperti memohon ampunan bagi dia kepada Allah dan mendoakan kebaikan untuknya. Sedangkan Mujahid menyarankan agar kita belajar untuk bersikap baik dan memujinya sebagai tebusan dari memakan ‘daging saudara’ tadi.

Semoga kita bisa kuat dan istiqomah untuk tidak menjadi pelaku maupun sekutu kanibalisme pada saudara kita yang lain. Amin.


Pekanbaru,
(Disarikan dari nasihat bab 24 ‘Kejelekan-kejelekan Lisan’, p 199-201, buku Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Imam Al Ghazali, Pustaka Amani-Jakarta)

No comments: