Wednesday, July 4, 2012

Dari Manchester to Paris: Pas de Calais to Cergy-Pontoise (4)


Setelah keluar dari Channel Tunnel, bus berangkat dari French Terminal di Pas-de-Calais menuju Paris. Perjalanan sekitar 296km akan ditempuh dalam waktu 2 jam 56 menit, tergantung kondisi lalu-lintas. 

Sepanjang perjalanan menuju Paris, pemandangan yang disuguhkan sungguh spektakuler. Padang rumput berwarna kuning, hijau dan ungu terhampar di sana-sini diselingi padang poppy merah darah. Musim panas di Perancis memang memiliki aura berbeda dengan musim panas Inggris.

Autoroute A16 - Viaduc d'Echinghen 
Seringkali aku terkejut setelah menyadari bahwa bus kami melaju di viaduct yang tingginya mencapai seratus meter di atas permukaan tanah. Viaduct adalah jembatan dengan beberapa bentang pendek. Biasanya digunakan untuk menghubungkan beberapa tempat yang memiliki ketinggian sama. Aku sempat terpesona saat mengetahui bahwa bus tengah berjalan di viaduct. Akibat tidak adanya perbedaan ketinggian pada bentang, bus seolah-olah melewati sebuah motorway biasa saja.

Bus berhenti sejenak di Aire de la Baie de Somme, sebuah motorway service station yang menggunakan wind turbine sebagai pembangkit listrik. Distrik Somme terkenal sebagai medan tempur yang paling banyak memakan korban pada perang dunia ke-1 tahun 1916. Tetapi bekas-bekas perang sama sekali tak terlihat di sana.

Berhubung sudah bawa bekal, aku dan mbak S hanya makan nasi goreng yang dibawa dari Manchester. Menyenangkan juga rasanya makan nasi goreng spicy di resto asri tersebut. Arsitekturnya modern minimalis (padahal itu tahun 2000 lho), dengan kaca besar yang menghadap sebuah kolam luas tepat di sampingnya. Kolam besar di samping resto penuh dengan rumput papyrus dan burung-burung belibis.

Tempat tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pemberhentian di motorway, tetapi juga memiliki sebuah menara kayu tinggi untuk melihat lansekap dan mengamati burung-burung.  Saat kami naik ke tower, seorang anak kecil yang melihat kami langsung berseru “Bonjour”. Aku hanya bisa membalas dengan lambaian tangan. Kuanggap hal itu sebagai sambutan pertama yang menyenangkan saat berada di tanah Perancis.

Setelah beberapa lama, kami melanjutkan perjalanan ke tujuan akhir hari itu, yaitu hotel Ibis Cergy-Pontoise, yang letaknya sekitar 30km dari Paris. Dari buku panduan hotel, barulah aku mengetahui kalau di Paris ada ratusan hotel Ibis dengan bermacam-macam bintang. Padahal saat itu di Indonesia, hanya baru ada hotel Ibis berbintang empat. 


Hotelnya sendiri cukup nyaman dan berada di lokasi yang asri. Di depan hotel ada deretan rumah yang modelnya berbeda sekali dengan rumah-rumah di Inggris. Bangunan kuning yang kontras dengan rumput hijau tebal jadi semakin indah berkat hamparan mawar-mawar merah di depan pagar.

Setelah beristirahat sebentar sore itu, kami menelusuri pusat kota Cergy-Pontoise dengan berjalan kaki. Tidak ada satu orangpun yang berani mengusulkan naik kereta api menuju Paris, karena tidak ada yang menguasai French. Orang Perancis telah dikenal tidak mau menggunakan bahasa Inggris meskipun mereka menguasainya. Bahkan saat kami bertanya arah pada seseorang di jalan, ia hanya menaikkan bahu, sampai temanku bertanya dalam bahasa Melayu. Anehnya, orang tersebut langsung menjawab dengan bahasa Inggris. Soal yang membingungkan ini akan kujelaskan di bagian Versailles nanti, ya.

Cergy-Pontoise Uni
Kami tiba di kampus Cergy-Pontoise University yang memiliki 15.000 mahasiswa. Universitas yang didirikan pada tahun 1991 ini, terkenal dengan bidang sastra, sejarah dan geografi. Meski kecil, kotanya cukup menyenangkan. Ada beberapa bangunan bergaya klasik dan pusat perbelanjaan yang terlihat biasa-biasa saja. Tempat ini pastilah kontras dengan Paris yang akan kami kunjungi besok.


Pekanbaru,
pic from  http://en.structurae.de/projects/data/photos.cfm?id=p0000194

to be continued to (5)



No comments: