Friday, June 18, 2010

Menyebut-nyebut pemberian


Kali ini aku dihadapkan pada seseorang yang tak henti-hentinya menyebut-nyebut pemberiannya kepadaku. Hal itu diucapkannya dalam email, lisan maupun lewat perkataan orang lain. Sungguh, aku terluka mendengarnya, seolah-olah aku orang yang tak tau berterima kasih.

Beginilah rasanya menjadi orang yang 'menerima' budi orang lain. Ditambah pula orangnya tidak ikhlas membantuku, sehingga berat terasa punggungnya karena telah membantuku. Tiap kali aku bertemu, ia tak lupa mengingatkan bahwa bla-bla-bla, ia telah menolongku, teman-temannya telah membantuku dengan gratis (ingat, semua dibayar di negeri Barat ini dengan uang!), sampai-sampai ia seperti tak rela berbagi ilmunya maupun isi kepalanya padahal ia kaya-raya dengan ilmu.

Allah SWT berfirman, "Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari shadaqah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah maha kaya lagi Maha penyantun. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)," (Al-Baqarah: 262-264).

Padahal sudah jelas, bahwa mengungkit-ungkit pemberian, yang menurutku tidak hanya berupa harta-benda tetapi juga ilmu dan menyakiti si penerima haram hukumnya. Kedua sifat buruk tersebut ternyata dapat membatalkan rasa syukur dan menghapus pahala amal yang dikerjakan.

Apalagi jika terus diulang-ulangi ya, seperti kita tidak bisa mendengar saja?

Nah, bagaimana sikap kita jika dizalimi seperti itu?

Menurut buku Wisdom 2.0, jika seseorang menyakiti hati kita dalam hal apa saja, maka ada beberapa cara untuk mengatasinya:
a) pikirkan hikmah apa yang dapat kita petik dengan perlakuan menjengkelkan orang tersebut ke kita;
b) coba amati kira-kira hal apa yang membuat kita jengkel, apakah sikap bossynya atau sombongnya. Perhatikan, apakah kita juga memiliki sifat demikian. Daripada kita ingin merubah orang tadi, ada baiknya kita yang mencoba lebih kuat dengan menambah kemampuan untuk bersikap lebih sabar atau menganggap hal tersebut bukan hal yang perlu dibesar-besarkan.

Setelah menghirup nafas dalam-dalam, aku baru mengerti makna dua langkah di atas.

Pertama, aku belajar bahwa tidak baik menyebut-nyebut pemberian baik berupa jasa, pikiran maupun harta kepada seseorang dalam keadaan apapun. Selain itu menyakiti hati si penerima, aku juga merasa bersalah karena pahala perbuatan baikku telah lenyap.

Kedua, aku mungkin sering bersikap bossy dan sombong. Jadi inilah rasanya diperlakukan oleh orang yang memiliki sifat demikian. Tetapi, saat ini aku tidak akan melawan dengan sama keras dan sombongnya. Aku hanya menganggap kalau orang tersebut terlalu berlebihan dan sedang membuat drama. Aku merasa tidak perlu mengeluarkan respon apapun hingga dia siap diajak diskusi dengan pikiran jernih tanpa emosi.

Mudah-mudahan ini membantuku untuk lebih tenang jika ia kembali menyebut-nyebut pemberiannya.
Ohhh, banyaknya pelajaran hidup:)

Perth,
mudah-mudahan Allah menjauhkan aku dari kezaliman orang itu lagi.