Thursday, April 14, 2011

Si Pencuri Kredit (Credit Stealer)


Jika sesuatu yang kita buat diakui orang lain, relakah kita? Jika idemu yang pernah kita lontarkan diambil orang lain dan diakuinya, relakah kita? Bagaimana dengan suatu pernyataan yang mulanya kita ungkapkan lalu diambil oleh orang lain, ia selesaikan, dan mendapat pengakuan, bisakah kita rela? 

Cerita-cerita di dunia kerja atau penelitian yang mengambil ide orang lain tanpa menyebutkan asalnya begitu sering terdengar sekarang. Kisah-kisah para pemotong dan pengguna haram penghasilan orang lain untuk kepentingan sendiri, sudah tak terhitung lagi jumlahnya. Cerita suatu bangsa yang suka mengambil kekayaan budaya dan harta milik bangsa lain lalu diakui, sering juga beredar di media massa. Mereka adalah para pencuri kredit yang hanya berani mengambil milik orang lain secara diam-diam atau terang-terangan. Mereka hanya ingin menggunakan jalan pintas untuk mengeruk keuntungan tanpa mau memandang orang-orang yang lebih berhak memiliki atau mendapat manfaat untuk hal tersebut.

Para pencuri kredit sebenarnya orang-orang yang kompetitif yang selalu ingin menang dengan menghalalkan segala cara. Sayangnya mereka kebanyakan adalah orang-orang yang berpengaruh atau pintar mendapatkan perhatian dari atasan. Umumnya mereka pintar mengiklankan diri agar terlihat spesial di mata orang lain. Seringnya orang yang menjadi korban tidak dapat berbuat apa-apa, marah sendiri lalu dituduh tidak dapat mengontrol diri oleh orang lain. Untuk mengatasi hal tersebut, daripada menuduh si pencuri kredit, lakukan hal-hal berikut:

Be assertive. Katakan jika si pencuri kredit mencoba mengambil pujian untuk ide atau pekerjaan kita. 
Buat dokumentasi. Tiap ide dan pekerjaan sebaiknya didokumentasikan. Buat nama kita di Header/Footer, lalu bagikan dengan semua rekan kerja supaya kita terlihat lebih siap dan professional dibanding si pencuri kredit.

Be professional. Jangan bersikap sombong kepada si pencuri kredit. Tetaplah bersikap manis tetapi tidak berlebihan.

Berikan pujian pada rekan lain di depan umum untuk menunjukkan penghargaan, termasuk kepada si pencuri kredit.

Bertemu dengan si pencuri kredit secara langsung untuk mengungkapkan perasaan kita tetapi jangan sampai membuat dia menjadi defensif. Katakan, misalnya, “Saya tidak senang, tidak paham kira-kira apa yang telah saya lakukan sampai kamu perlu mengambil kredit dari pekerjaan saya. Kenapa ya?”

Interupsi saja. Jika dalam sebuah rapat si pencuri kredit mengungkapkan ide kita, kita bisa berkata, “Terima kasih sudah mengungkapkan ide saya tadi, sebenarnya detilnya adalah...”. Kalau si pencuri kredit adalah orang yang suka menginterupsi perkataan kita lalu mencoba mencuri kredit di tengah presentasi, langsung saja diinterupsi kembali, “Maaf, saya ingin menyelesaikan pembahasan ini...” Kembali hentikan caranya untuk mendapatkan perhatian lagi, sampai ia benar-benar berhenti sendiri. Dengan cara ini ia akan mulai menghormati kita.

Waspada. Jangan langsung percaya kalau sikap demikian akan hilang dari si pencuri kredit, karena mereka tidak mampu membuat sendiri atau bersikap kreatif, dan cenderung menunggu hasil orang lain.

Untuk pencuri budaya milik suatu bangsa, mengapa tidak dilakukan aksi secara aktif mempopulerkan kembali budaya tersebut melalui forum-forum online, misalnya. Jika budaya Bali berusaha dicuri, pamerkan pengetahuan kita soal budaya tersebut di forum internasional, saling berbagi informasi lewat facebook/twitter/media online lain, atau adakan pekan budaya khusus tadi di suatu tempat.

Tunjukkan siapa yang memiliki dan pandai menghargai apa yang ia miliki itu. Jangan cuma kesal sendiri tanpa mau bersikap aktif mencoba mengklaim secara kreatif apa yang memang menjadi milik kita. Para pencuri kredit itu tak kan pernah berhenti, karena mereka memang mencoba mendapatkan apa saja untuk mendapatkan pengaruh dan keuntungan sendiri.

Perth,

dituliskan secara kreatif dari sub topik buku Problem People at Work, by Marilyn Wheeler.

No comments: