Jika sesuatu yang kita buat diakui orang lain, relakah kita?
Jika idemu yang pernah kita lontarkan diambil orang lain dan diakuinya, relakah
kita? Bagaimana dengan suatu pernyataan yang mulanya kita ungkapkan lalu
diambil oleh orang lain, ia selesaikan, dan mendapat pengakuan, bisakah kita
rela?
Cerita-cerita di dunia kerja atau penelitian yang mengambil
ide orang lain tanpa menyebutkan asalnya begitu sering terdengar sekarang.
Kisah-kisah para pemotong dan pengguna haram penghasilan orang lain untuk kepentingan
sendiri, sudah tak terhitung lagi jumlahnya. Cerita suatu bangsa yang suka
mengambil kekayaan budaya dan harta milik bangsa lain lalu diakui, sering juga
beredar di media massa. Mereka adalah para pencuri kredit yang hanya berani
mengambil milik orang lain secara diam-diam atau terang-terangan. Mereka hanya
ingin menggunakan jalan pintas untuk mengeruk keuntungan tanpa mau memandang
orang-orang yang lebih berhak memiliki atau mendapat manfaat untuk hal
tersebut.
Para pencuri kredit sebenarnya orang-orang yang kompetitif
yang selalu ingin menang dengan menghalalkan segala cara. Sayangnya mereka
kebanyakan adalah orang-orang yang berpengaruh atau pintar mendapatkan
perhatian dari atasan. Umumnya mereka pintar mengiklankan diri agar terlihat
spesial di mata orang lain. Seringnya orang yang menjadi korban tidak dapat
berbuat apa-apa, marah sendiri lalu dituduh tidak dapat mengontrol diri oleh
orang lain. Untuk mengatasi hal tersebut, daripada menuduh si pencuri kredit,
lakukan hal-hal berikut:
Be assertive. Katakan jika si pencuri kredit mencoba
mengambil pujian untuk ide atau pekerjaan kita.
Buat dokumentasi. Tiap ide dan pekerjaan sebaiknya
didokumentasikan. Buat nama kita di Header/Footer, lalu bagikan dengan semua
rekan kerja supaya kita terlihat lebih siap dan professional dibanding si
pencuri kredit.
Be professional. Jangan bersikap sombong kepada si pencuri
kredit. Tetaplah bersikap manis tetapi tidak berlebihan.
Berikan pujian pada rekan lain di depan umum untuk
menunjukkan penghargaan, termasuk kepada si pencuri kredit.
Bertemu dengan si pencuri kredit secara langsung untuk
mengungkapkan perasaan kita tetapi jangan sampai membuat dia menjadi defensif.
Katakan, misalnya, “Saya tidak senang, tidak paham kira-kira apa yang telah
saya lakukan sampai kamu perlu mengambil kredit dari pekerjaan saya. Kenapa
ya?”
Interupsi saja. Jika dalam sebuah rapat si pencuri kredit
mengungkapkan ide kita, kita bisa berkata, “Terima kasih sudah mengungkapkan
ide saya tadi, sebenarnya detilnya adalah...”. Kalau si pencuri kredit adalah
orang yang suka menginterupsi perkataan kita lalu mencoba mencuri kredit di
tengah presentasi, langsung saja diinterupsi kembali, “Maaf, saya ingin
menyelesaikan pembahasan ini...” Kembali hentikan caranya untuk mendapatkan
perhatian lagi, sampai ia benar-benar berhenti sendiri. Dengan cara ini ia akan
mulai menghormati kita.
Waspada. Jangan langsung percaya kalau sikap demikian akan
hilang dari si pencuri kredit, karena mereka tidak mampu membuat sendiri atau
bersikap kreatif, dan cenderung menunggu hasil orang lain.
Untuk pencuri budaya milik suatu bangsa, mengapa tidak
dilakukan aksi secara aktif mempopulerkan kembali budaya tersebut melalui
forum-forum online, misalnya. Jika budaya Bali berusaha dicuri, pamerkan
pengetahuan kita soal budaya tersebut di forum internasional, saling berbagi
informasi lewat facebook/twitter/media online lain, atau adakan pekan budaya
khusus tadi di suatu tempat.
Tunjukkan siapa yang memiliki dan pandai menghargai apa yang
ia miliki itu. Jangan cuma kesal sendiri tanpa mau bersikap aktif mencoba
mengklaim secara kreatif apa yang memang menjadi milik kita. Para pencuri
kredit itu tak kan pernah berhenti, karena mereka memang mencoba mendapatkan
apa saja untuk mendapatkan pengaruh dan keuntungan sendiri.
Perth,
dituliskan secara kreatif dari sub topik buku Problem People
at Work, by Marilyn Wheeler.
No comments:
Post a Comment