Friday, April 22, 2011

Ketika aku... merenung, 'dapatkah kita meniru semangat Kartini?'

Belakangan ini aku banyak membaca soal perjuangan ibu Kartini yang banyak ditulis secara skeptis oleh beberapa sumber. Ada yang mengatakan bahwa ia tidak layak jadi pahlawan karena perjuangannya hanya sebatas teori. Juga ada yang menulis kalau Kartini menganut aliran theosofi dan tidak menjalankan agama Islam dengan baik hingga satu tahun sebelum wafat. Namun, apakah semua kekurangan tersebut harus menjadi alasan untuk tidak mau menggali hal-hal baik yang dilakukan Kartini atau mau menjaga semangatnya dalam memperjuangkan harkat wanita?

Tulisan ini sebenarnya cukup berat untuk diriku yang baru saja menamatkan buku biografi Kartini beberapa waktu lalu. Tetapi sebenarnya aku ingin berkontribusi memberikan sedikit informasi tentang hal yang telah dilakukan ibu Kartini sesuai isi buku Kartini, Sebuah Biografi, karangan Ibu Siti Soemandari Soeroto.

Berhubung ketatnya tradisi di kalangan bupati Jawa pada masa itu, Kartini tidak dapat dengan leluasa keluar rumah untuk menuntut ilmu, bekerja sama dengan orang-orang hingga ke luar daerah. Ayahnya sering mendapat kecaman karena terlalu membebaskan Kartini dan saudari-saudarinya dalam masa pingitan untuk dapat berjalan-jalan di luar rumah, misalnya mengunjungi daerah Jawa Barat, atau menerima tamu-tamu asing yang ingin berkenalan dengan Kartini.

Kartini mulanya berusaha membantu para perajin di lingkungan Kabupaten yang dipimpin ayahnya. Para pembatik dan pengukir di Jepara yang tidak memiliki penghasilan pantas serta sering diperlakukan semena-mena oleh para cukong, diberi ide untuk memperbaiki hasil kerajinan mereka. Kartini merancang bentuk dan warna berbagai benda-benda kecil dari batik dan ukiran kayu, lalu dikirimkan ke pameran kerajinan atau semacam bazaar yang diadakan organisasi sosial Wanita Belanda saat itu. Setelah itu, berbagai pesanan mengalir ke para pengrajin untuk menghasilkan barang-barang kerajinan yang akan dijual ke negeri Belanda. Dengan cara itu Kartini mencoba meningkatkan taraf hidup para pengrajin miskin di daerahnya. Berkat koneksi yang luas dari kalangan Belanda dan kedudukannya sebagai putri Bupati, maka banyak orang yang dapat dibantu oleh Kartini dan saudarinya.

Saat itu Kartini sudah tersohor karena sering menulis di koran ataupun buletin terbitan mahasiswa Indonesia di Belanda. Kartini mencoba menggerakkan semangat rekan-rekan pria yang tengah bersekolah di Belanda untuk terus berjuang demi Kemerdekaan Indonesia. Kartini menyebut dirinya sebagai ‘mbakyu’ bagi adik-adik mahasiswa pria yang memiliki tujuan sama dengannya.

Para pejabat Belanda pada masa itu sering bepergian ke Kabupaten untuk bertemu ayah Bupati. Tamu-tamu asing tadi, misalnya keluarga Abendanon yang datang sebagai seorang pejabat bidang pendidikan di Indonesia dari Belanda dan keluarga van Kol. Mereka menyayangi Kartini seperti putrinya sendiri, membantunya memahami makna diri sebagai seorang putri Jawa, mendorong perjuangan serta pencapaian cita-cita besar yang dimiliki Kartini. Mereka bahkan pernah mencoba mengusahakan agar Kartini dapat bersekolah di Batavia, tetapi hal ini kandas karena tidak mendapat ijin dari ayah bupati. Sayangnya, mister Abendanon pernah juga menggagalkan usaha Kartini ingin bersekolah di Belanda. Walaupun saat itu beasiswa sudah ia dapatkan melalui bantuan mister van Kol dari pemerintah Belanda. Ia kuatir Kartini akan mudah terpengaruh dengan kebudayaan Barat, sehingga tidak murni lagi jiwanya sebagai seorang putri Jawa.

Pada titik inilah, keinginan besar Kartini untuk dapat mencari ilmu yang akan dapat membantu kaum wanita Indonesia melalui bakal sekolah tidak dapat terlaksana, sehingga ia sempat putus asa. Kartini menyerah pada nasib, mau menjadi istri seorang bupati yang ternyata memiliki selir-selir lain, suatu keadaan dalam masyarakat ningrat yang sangat tidak disukai Kartini. Kartini berharap, jika kaum wanita memiliki pendidikan, maka mereka tidak akan selamanya bergantung pada orang lain, mampu membuat keputusan sendiri dan dapat membesarkan generasi muda yang bermutu. Wanita mesti memiliki keahlian, agar mereka dapat berwirausaha. Wanita perlu mengetahui etika, keahlian wanita seperti memasak –menjahit serta mengurus anak, agar mereka dapat mengurus rumah tangga dengan baik. Wanita, juga perlu belajar membaca-menulis agar dengan ilmunya ia dapat membesarkan anak-anak menjadi orang pintar dan beretika. Semua itulah yang ingin dicapai Kartini dalam perjuangannya. Wanita yang memiliki ilmu dunia dan agama, sehingga mereka dapat menjadi seorang istri dan ibu yang baik bagi keturunan dan masyarakat di sekitarnya. Sungguh mulia, kan, cita-cita perjuangan beliau ini? Tidakkah tumbuh pula semangat kita sebagai wanita untuk melakukan hal yang sama?

Kartini hanya mungkin memulai melalui idenya. Tetapi setelah kepergiannya, semangatnya ternyata berhasil menggerakkan berbagai tokoh dan orang-orang yang simpati dengannya. Mister Abendanon lalu membangun sekolah keputrian berasrama yang dicita-citakan Kartini. Adik Kartini, Kardinah, mendirikan sekolah serupa, yang dibiayai oleh hasil penjualan buku-buku resep beliau. Tidak ketinggalan orang-orang yang pernah mengenal Kartini, merasa terinspirasi dengan keuletan dan kegigihan beliau memperjuangkan peningkatan taraf hidup rakyat dan memajukan pendidikan wanita Jawa saat itu, mulai bergerak melakukan hal yang sama. Mungkin itulah sebabnya, di kemudian hari kita mendengar banyak sekolah-sekolah putri serupa dibangun di seluruh pelosok Indonesia. Bak sebuah roda sepeda yang dengan susah payah berputar saat pertama kali sepeda dikayuh, kemudian dengan laju membawa pengayuh sampai di tujuan, agaknya seperti itulah perjuangan yang diawali oleh Kartini. Ia hanya sebagai roda penggerak, sedang yang lain bersama-sama ikut terbawa hingga sampai di tujuan.

Jadi, sebenarnya semangat perjuangan Kartini itulah yang membuatnya mulia. Cita-cita awalnya yang membuat namanya harum seperti melati, bunga kesayangannya. Jika ditanya lagi apakah Kartini berjasa, ada baiknya bertanya pada diri sendiri, mampukah kita seperti Kartini, atau paling tidak mau meniru semangatnya agar berguna bagi bangsa dan umat manusia.

Perth,

Selama Hari Kartini!

foto dari www.gambargratis.com