A lecturer, an engineer, a learner, a researcher, a reviewer, a traveller, an adventurer. Love plans and plants.
Monday, May 3, 2010
Kuping sensitif
Tak tahu, mengapa kupingku sensitif. Sensitif ma petir, keributan, suara mesin, suara orang membentak sampe suara orang menggosip...
Mendengar suara orang berbicara saat lagi menulis saja, hati sudah geram. Sulitnya berkonsentrasi. Apalagi kalau brother Wong mulai cas-cis-cus dengan bahasa China, sudahlah, mana yang mau dikonsentrasiin nih. Paper yang sedang ditulis, atau mikirin kira-kira dia ngerumpiin aku?
Malam haripun aku suka terganggu saat tidur kalau dengar tetangga masih ribut nelpon sampe tengah malam pakai bahasa India. Sudah cepet, ga jelas apa yang lucu, bikin geram deh. Besoknya aku pasti ngantuk, karena kurang tidur.
Dalam perjalanan di pesawat pun tidak mudah sekali menemukan kedamaian. Perjalanan Perth-Singapore return atau ke luar negeri, kan bisa berjam-jam. Selain menonton tivi atau membaca, aku berusaha untuk tidur nyenyak supaya tidak terlalu lelah begitu sampai di negara tujuan. Kalau sudah begitu, kadang deru pesawat yang kurang halus, obrolan panjang tetangga sebelah, atau bunyi bising lain misalnya pasangan kekasih yang berargumen sepanjang perjalanan, pasti bikin aku lebih sensitif.
Ribet ya?
kata my hubby, pasti karena kurang olahraga. Apa hubungannya? Wong, sudah ngerjain lab segitu beratnya sampe ga perlu ke fitness centre lagi, masih kurang mampu ngatasi kuping sensitif yang gampang bikin aku terjaga.
Ternyata, setelah beberapa bulan di lab, aku menemukan solusi yang paling menyenangkan dan membantuku untuk tidak cepat geram dan sulit tidur.
Suatu hari aku melihat kotak besar bergambar berisi beratus-ratus pak sepasang karet berwarna kecil di lab. Hari itu mahasiswa undergrad sedang membuat beton. Kulihat, tiap orang memasukkan sepasang karet ke dalam telingat dengan memuntirnya, lalu membiarkan benda itu mengembang dalam kuping. Benda itu ternyata digunakan untuk mengurangi masuknya polusi suara sehingga mereka bisa menjalankan mesin penggetar dengan keras.
Hari itu aku tau, aku menemukan apa yang kucari seumur hidupku.
Tapi yang jelas bukan penemu earplug!
Earplug, adalah benda yang selalu kutemukan di meja kecil samping tempat tidur klien kami saat bekerja sebagai pembersih rumah mereka. Aku selalu memungut benda-benda karet di karpet, yang sudah separo dekil, tetapi harus ada di sana. Ternyata, benda itu dimasukkan ke telinga, lalu si pemilik tertidur pulas tanpa pusing dengerin bayinya menangis sepanjang malam.
Akhirnya, aku mengambil berlusin-lusin earplug dan menyimpannya di dalam kantong celana, laci kantor, lemari rumah, meja kecil di samping tempat tidur, dalam kotak pensil, tas travellingku... pendeknya di mana saja.
Sekarang aku dah ga mudah darah tinggi lagi berkat earplug yang menyelamatkanku dari kuping sensitif.
Termasuk kalau hari itu aku ga ingin dengar gosipan orang-orang di lab, aku cukup menyumpalkan earplug dan terus mengerjakan tesku sambil pura-pura budeg:) Lumayan, kerjaan beres, hati tenang...
Perth,
love those colorful rubber!
-
Semoga ini bisa jadi point untuk introspeksi diri bagi diriku dan teman-teman lain. Kuakui, diriku kadang suka sombong, padahal tidak memili...
-
Perth termasuk tempat beriklim Mediterranian, maksudnya memiliki musim panas yang kering dan curah hujan tinggi di musim dingin. Monaco, Rom...
-
Soal kucil-mengucilkan ini sering kita alami, kan? Kadang-kadang hati jadi panas membara mengingat perlakuan tidak adil dari teman-teman ata...