Tuesday, June 16, 2009

Catatan



Menulis catatan berwarna dan penuh gambar, sudah lama jadi hobi bagiku. Kegiatan ini aku mulai sejak kuliah dulu, karena baru ketemu toko buku di Jogja yang jual pulpen berwarna dan ga mahal-mahal amat. Satu pulpen warna harganya cuman seribu rupiah. So, punya lima warna aja ditambah warna dasar sudah keren deh, catatan kita.

Menurutku, membuat catatan, ringkasan atau cuman sekedar nulis isi pikiran, bukanlah kegiatan membuang waktu. Saat kita mencatat sesuatu dari buku, kita perlu meringkas dan menulis ulang buah pikiran kita. Otak menganalisis suatu permasalahan, memahami dan mentransfernya dalam bahasa kita sendiri. Kemudian tangan menuliskan pikiran itu di kertas, dan pada saat bersamaan otak kita kembali mengingat apa yang telah dipikirkan. Aku menggunakan metode ini untuk mengurai suatu permasalahan yang tidak aku mengerti, memasukkan informasi ke otak dan mengingat apa saja yang ingin aku ingat. Hal yang sama terjadi saat kita mencatat apa kata guru/dosen. Aku sering memakai kata-kataku sendiri untuk mencatat ditambah dengan gambar-gambar diagram agar lebih ingat. Jika aku kuatir salah paham, maka aku catat saja kata dosen, lalu ku ringkas lagi dengan bahasaku.

Nah, catatan penuh warna dan gambar, itu tak lain adalah caraku untuk membuat catatan menjadi menarik. Seperti membaca majalah tanpa warna dan ilustrasi, maka pikiran kita hampa dan bosan. Jika bisa membuat catatan dengan warna dan gambar yang tepat, maka saat membacanya, pikiran kita jadi alert dan otomatis lebih semangat mengingat-ingat. Itu salah satu cara agar catatan jadi menyenangkan untuk dipelajari.

Membuat catatan penuh warna jadi kegemaranku, karena aku suka menggambar, walo tidak pintar-pintar amat. Jika aku bosan dan mengantuk, tetapi harus tetap belajar, maka membuat catatan berwarna akan menjadi pilihanku agar tetap ada progress. Misalnya aku harus mempelajari suatu rumus atau sub bab. Dengan meringkas sedikit, menuliskan rumus kembali dengan memberi catatan sedikit di sekeliling rumus dengan pulpen warna, itu bisa membuat kantukku hilang. Aku jadi mengerti rumusnya, rumus kelihatan lebih menarik (berwarna) dan bikin tidak mudah lupa dengan si rumus berwarna ini saat ujian. Warnanya melekat di pikiranku, dan tentu saja isinya.

Sudah dua kali aku diomeli teman-teman sekelas karena kegemaranku ini. Ternyata, membuat catatan berwarna sangat contagious (menular). Saat kuliah S1 dulu, kok lama-lama teman-teman sekelas (terutama yang putri), paling ga punya 3-4 macam pulpen warna. Saat mencatat di kelas, kesibukan tukar-tukar warna pulpen serta acara meminjam pulpen berwarna ini membuat acara mencatat dari dosen jadi lama. Hehehe, sorry, pak dosen! Kedua, aku diomelin teman sekelas di IALF Bali waktu aku menggunakan warna untuk membuat mind map. Otomatis sekelas jadi harus membeli spidol dan pensil warna supaya mind map mereka ga kalah menarik dari punyaku. Aku dapat protes dari teman dekat, karena semua orang jadi beli pensil warna, padahal ga urgent banget. Aku ngikik terharu (lho?), soalnya pak Joni yang supercool itu juga berusaha mewarnai mind mapnya dengan pulpen merah dan biru. Hihihi...

Saat sekolah lagi ini, siapa bilang catatan riset ga boleh berwarna. Justru karena berwarna itulah, pembimbingku suka pinjam lihat-lihat isinya. Beliau juga pernah memamerkannya ke para tamu yang datang berkunjung. Mo malu, tapi gimana lagi. Walau tidak se-eager dulu mewarnai catatan, minimal aku punya pulpen merah, biru, hitam serta satu set stabilo berwarna
.untuk menulis catatan. Karena tidak sempat meringkas apa-apa lagi sekarang, aku menulis isi pikiran saja dalam catatan risetku. Itu yang membuat supervisor tertawa-tawa melihat diagram hasil, gambar-gambar silinder bercampur baur dengan tulisan dan rencana-rencana di dalam buku catatanku.

Apapun itu, mungkin caraku bukan cara yang terbaik. Tapi ini hanyalah sebuah cara dalam belajar. Positifnya, aku selalu keep on the track dalam membuat rencana, punya record penting dan bisa selalu kembali jika aku lupa sesuatu dalam belajar.

Perth,
It’s just a method...