Sunday, May 24, 2009

The Alchemist


I’ve just found this incredible book. The Alchemist, a Fable about Following Your Dream, Paulo Coelho, Harper Collins, 1993.

Sampe-sampe ‘Pride and Prejudice’, punya Jane Austen, harus menunggu agak lama untuk diselesaikan. Sorry ya, Mr Darcy, Lizzy… mampir dulu di Spain.

Buku The Alchemist bercerita tentang seorang shepperd (penggembala) muda yang berusaha menggapai mimpinya, yaitu mendapatkan harta karun. Mimpi itu dimulai dari mimpi berulang tentang harta karun di bawah Piramid di Egypt. The boy berasal dari Spanyol dan ia mengembara dari sana menuju Tangier, Algeria, terus menyeberangi gurun untuk bisa sampai di Piramid. Perjalanannya lama dan penuh resiko. Baru sampai Tangier ia ditipu sehingga kehilangan semua uang hasil penjualan dombanya. Kemudian ia harus bekerja satu tahun lamanya sebagai asisten saudagar kristal untuk mengumpulkan uang. Saat ia dalam perjalanan ke Egypt, iapun harus berhenti lama di sebuah oasis karena perang antar suku di gurun tidak memungkinkan ia melanjutkan ke Egypt. Tetapi oasis itu, ia bertemu seorang Alchemist yang membantunya menyeberangi gurun sampai di dekat Piramid. Well, apakah ia menemukan harta karun itu?

Jawabannya kusimpan dulu karena hal yang lebih penting adalah pelajaran-pelajaran menarik dalam perjalanannya menggapai mimpinya itu.

Lesson no 1.

“When someone sees the same people every day, they wind up becoming a part of that person’s life. And then they want the person to change. If someone isn’t what others want them to be, the others become angry. Everyone seems to have a clear idea of how other people should lead their lives, but none about his or her own”.

Kita sering begitu. Saat kita belum akrab berteman atau menikah dengan seseorang, kita merasa bisa terima dia apa adanya. Malah kadang-kadang walau dia punya kepribadian aneh sekalipun kita merasa mampu untuk menerimanya. Mungkin karena kita masih excited dengan orang tersebut. Kemudian, waktu kita sudah jadi bagian dari hidupnya, kita malah sibuk ingin merubah kepribadian orang tersebut. Maksudnya, kalo ada sikap atau attitudenya yang kurang pas di hati kita (belum tentu jelek, lho), kita ga segan-segan menegur orang itu untuk berubah. Saat orang tersebut tidak mau atau belum mau berubah, kita jadi marah dan tidak senang. Kayaknya kita lebih tahu bagaimana cara terbaik untuk seseorang menjalankan hidupnya, tapi sebenarnya kita tidak tahu apapun tentang cara diri kita menjalani hidup.

Moralnya:
Jangan berusaha merubah seseorang sesuai keinginan kita saja. Pertama, terimalah ia apa adanya dan bantu ia dengan cara bijaksana jika ia memang memerlukan bantuan kita. Jangan marah jika mereka tidak menurut. Lebih baik kita sibuk mencari dan memperbaiki kekurangan diri, ketimbang mengurusi orang lain tentang cara mereka menjalankan hidupnya.

Perth,
will be continue...