Wednesday, May 20, 2009

Bidang Teknik Bukan (baca: Bisa Saja) untuk Wanita


Kira-kira lima belas tahun lalu, tampaknya cukup sulit bagi wanita untuk bekerja di bidang teknik yang didominasi kaum pria. Umumnya pekerjaan di proyek konstruksi, pabrik dan industri kurang diminati wanita. Wanita yang memasuki dunia kerja priapun dianggap wanita super, sejajar dengan pria dan mampu bertoleransi dengan kerasnya lingkungan pekerjaannya.

Ketika memilih jurusan di perguruan tinggi masih banyak juga orang tua yang berpikir anaknya tidak layak masuk jurusan teknik. Padahal bidang teknik bukanlah bidang yang tidak layak bagi wanita. Mereka cenderung mengarahkan anak perempuannya untuk mengambil jurusan sains, ekonomi, kedokteran, hukum dan sosial terutama pendidikan. Tetapi kecenderungan akhir-akhir ini berdasarkan fakta di lapangan, jumlah peminat wanita yang memilih bidang teknik dari tahun ke tahun meningkat tajam. Kemampuan merekapun sebanding dengan pria. Biasanya mereka lebih tekun dan bersemangat sehingga lulus lebih cepat dan mudah dibanding pria.

Kuliah di bidang teknik memberikan kesan selalu sibuk, berkutat dengan rumus-rumus perhitungan, tugas yang membuat tidak tidur semalaman dan praktikum yang menyita waktu. Ada benarnya semua itu dilakukan di bidang ini, tetapi menurut saya semua jurusan juga sama repotnya. Kuliah di pertanian dan perikanan menuntut waktu lebih banyak untuk praktikum, kuliah di ekonomi terutama akuntansi juga penuh tugas berhitung, kuliah di bidang hukum maupun pendidikan juga perlu banyak tugas berat, dan kuliah di kedokteran perlu siap-siap begadang semalam suntuk menghafal pelajaran. Jadi apa bedanya mata kuliah di teknik dengan jurusan lain?

Pekerjaannyapun sering dituding tidak berpihak pada kodrat wanita. Jika di proyek konstruksi perlu berpanas-panas mengecek pekerjaan tukang. Belum lagi jika dijadikan obyek lelucon –semacam pelecehan yang membuat darah mendidih. Bekerja di pabrik juga tidak begitu nyaman karena jumlah wanita yang minor rentan bahaya jika harus sendirian di pabrik mengawasi pekerjaan di malam hari karena kadang perlu siap 24 jam. Disamping itu wanita sering dianggap tidak sigap dan lincah sehingga salah-salah bisa membahayakan dirinya. Buruh lelaki di pabrik sami mawon dengan buruh di proyek konstruksi, bisa-bisa jadi bulan-bulanan selalu oleh mereka. Sedangkan bekerja di industri tidak jauh beda dengan di pabrik.

Tetapi bekerja di bidang teknik tidak hanya di lapangan saja. Wanita tetap bisa berkarir di bidang ini dengan menjadi tenaga pengajar, peneliti maupun konsultan. Tenaga pengajar dapat bekerja dengan tenang di kampus untuk mengajar mahasiswa. Menjadi peneliti juga berarti bekerja di laboratorium yang terkontrol sembari berkutat dengan obyek penelitian. Apalagi menjadi konsultan dapat bekerja di kantor sambil memberikan saran/konsultasi kepada pihak pemilik modal atau pemberi pekerjaan.

Oleh karena itu tidak ada alasan bidang teknik bukanlah pilihan utama di perguruan tinggi. Kebutuhan pasar kerja ke depan untuk lulusan teknik juga lebih tinggi karena kebutuhan di lapangan juga meningkat. Ragam pekerjaan juga tidak terbatas di lapangan ataupun akademik, tetapi dapat berkembang ke arah wirausaha dengan menjadi kontraktor dan staf ahli perencanaan. Belum lagi dunia kerja sekarang cenderung menyerap lebih banyak tenaga kerja di bidang teknik, sehingga berkarir di bidang yang didominasi pria ini jadi 'biasa saja' bagi wanita.

Perth,
direwrite ulang dari tulisan tahun 2005